Hujan, Kenangan dan Patah Hati
Hujan, Kenangan dan Patah Hati
Wawan Tallawengkaar
Kemarau telah tanggal, hujan mulai menumbuhkan rumput-rumput liar di teras rumah.Kenangan tentangmu pun merambat perlahan menguasai pikiranku, di mana rasa kehilangan menciptakan bayang-bayang. Wajahmu, dengan lesung di pipi yang selalu tersenyum, tatkala kita berdua duduk menikmati secangkir teh hangat di teras rumah ini.Senyum yang begitu manis, namun pahit di ujung perkataanmu.Aku tak pernah menyangka, ini semua akan terjadi. Sebuah keputusan yang tak mudah aku terima. Dan yang lebih menyakitkan lagi adalah setelah itu kaudiam, lalu pergi meninggalkan hatiku yang kaupatahkan.Semuanya tentang kita berakhir di tengah derasnya hujan.Dan ini adalah permulaan dari sebuah penderitaan yang akan kutanggung.Karena melepasmu adalah sebuah kerelaan yang tak pernah aku relakan. Seperti sesuatu dari bagian hidupku yang hilang.Dan mengenangmu adalah satu-satunya cara untuk memilikimu selamanya.Entah sudah berapa lama, sejak engkau pergi dari hidupku. Hingga detik ini, aku masih belum bisa menemukan jawaban: apa yang membuatmu pergi begitu saja dengan alasan yang tak bisa kumengerti. Atau hanya aku yang terlalu bodoh berharap engkau mau menerimaku apa adanya. Karena pada kenyataannya, aku tak selalu bisa memberikan seperti apa yang kau harapkan.Oh, mungkin itulah kenapa kauperlahan menjauh dan mengakhiri ini semua. Malam semakin larut, di sini, hujan tak berkesudahan.Seolah mengerti, bagaimana menuntaskan kesedihan tanpa airmata.Tempiasnya sudah cukup membasahi wajahku: menyadarkan bahwa patah hati itu sudah biasa, hujan juga pasti akan reda, yang patah akan tumbuh dan yang hilang akan berganti.Kuhabisakan sisa teh yang sudah mulai dingin, lalu beranjak dari kenangan tentangmu. Esok, akan aku coba lagi untuk melupakanmu walau itu tak mungkin.Paling tidak, bisa menyibukkan diri dengan kehidupan yang lain.
Demak, 01 Desember 2020
Komentar
Posting Komentar