Postingan

Menampilkan postingan dari Agustus, 2018

Puisi Suara Hati - Bunga Es

Gambar
BUNGA ES Tak ada yang bisa aku lakukan, selain menunggu Berharap jenuh tak datang menggodaku dan lelah mentertawaiku Sementara hujan tak henti-hentinya mengibas lembabnya di mataku. Dinginnya yang menggigil meraung-raung di tulangku Sunyi berdatangan merangkai ratapan pilu Takkala waktu belum juga datang memberi kepastian jawaban atas segala gundahku. Sesekali aku sempatkan membaca kembali rencana-rencana Namun tak satupun aku lingkari sebagai tanda terlaksana Hujan semakin lebat, aku masih termangu di sudut kota Dari dalam kotak kaca mini cafe kopiku dingin terjeda Mungkin semua ini sia-sia, kau hanyalah mempermainkan perasaaku Sebagaimana yang aku dengar dari sebelumku, yang kelelahan mencintaimu. Dan rasa lelah itu mulai mendekatiku dengan menahan tawa beku Benar saja, kau dan dia melintas dari kejauhan Berlari-lari kecil di sebuah pertokoan Kemudian tertawa lepas saling berpelukan Sebelum akhirnya hilang dari pandangan Tertawalah ... Dengan semua kebodohanku, sebab ...

Aku Sudah Selesai dengan Cinta

Gambar
AKU SUDAH SELESAI Aku berteduh di bawah asuhan matahari Menatap aliran sungai yang tiada henti Begitu riang suara batubatu berlumut Gemericiknya merangkum pikiran kalut Angin semilir mengeja rasa diamku Memberi jawaban melalui waktu Setelah kusudahi ribuan tangisan Aku terpejam, menarik napas perlahan Lelap, bersama alam yang berpuisi Melalui daundaun yang bersimpati Meninggalkan badan pada tanah Jiwaku larut di alam tanpa ranah Bisikan lirih bunga yang mewangi Nyanyian burung di pagi hari Menanda rasa yang datang Sebagai senyum mengenang Wawan Tallawengkaar Demak 23 Agustus 2018

CUMBANACORA - Mencium Kegelapan

Gambar
CUMBANACORA (mencium kegelapan) Wawan Tallawengkaar Garanggati menggantung di mataku Mengelontong, di ujung kelebat gelap Sedangku terpejam besenggama waktu Melatar badanku tanpa bayang lelap Setumpu cora, sependar gusar Teramat papa pada cahaya Kerlip bukan 'tuk mekar Sekejap chanda Sesunyi, ... Senyap ke barat Sendiri, ... Sunyi berkelebat Kemana saja sunyi, ... Ke barat, utara, timur, selatan Adanya senyap di sini Tanpa suara di punggung rerumputan Pucuk menara menyentuh langit Terkutuk mataku bercinta dengan cahaya Tujuh lapis tabir terbuka di bulan sabit Terlaknanat tubuhku, istahar bermala Di sepertiga malam, aku tersesat Bisikbisik detik membuatku terjaga Teriakan waktu menjatuhkan hasrat Di pagi hari, kupakai topeng bercula Demak 16 Agustus 2018

Anglocita

Gambar
ANGLOCITA Wawan Tallawengkaar Ketika jemariku menggusar kata Bait-bait serupa alimerut mantra Asmaradana aluala jagat raya Aworsih merempahkan cinta Seketika mulutku sedemikian rupa Mengkidungkan duka melara Dari anglocita teramat papa Sepenggal kisah jadi nestapa Apa cintaku terjatuh dalam Dan tak ada sandaran malam Hati serimpang terajam kelam Menitis diksi paling kejam Ketika jemariku mengumpulkan abu Dari sisa perapian asmara, terpedu Mataku tak mampu menanda rindu Pada kisah kasih dalam pusaran waktu Sebarat angin melindu, menyeka peluk Semakin jauh dari kehangatan lubuk Gelap, teramat gelap dan terpuruk Anglocita merempahkan dan meliuk Demak, 15 februari 2018

Puisi Kontemplasi: Jauh (Dekat)

Gambar
JAUH (dekat) Yang kuanggap jauh adalah biru Yang kuanggap dalam adalah biru Yang kuanggap kelam adalah hitam Yang kuanggap haru adalah diam Sebelum jauh, aku mengenal dekat Sebelum dekat, aku mengenal hasrat Setelah jauh, aku mengenal hilang Setelah dekat, aku mengenal pulang Jauh, adaku semakin lekat Dekat, adaku semakin zat Rendah semakin fana Tinggi menjadi tiada Jauh sebelum mengenal jauh Dekat setelah mengenal jauh Jauh dekat bukanlah jarak Sebelum dilingkari almanak Aku jauh, aku dekat Adalah nikmat Berhasrat Munajat Wawan Tallawengkaar Demak 10 Agustus 2018

Gerbang Kematian - Mengingat Mati

GERBANG KEMATIAN Karya: Wawan Tallawengkaar Sepanjang perjalanan kumenakar jalan-jalan sunyi dan menimbang batu-batu Belum sampailah pada pengakuan siapa diriku Aku berhenti sejenak, lalu kulempar mataku pada rimbunnya pohon berakar kesedihan Daunnya bermotif waru, namun sedikit menguning sampai ujung jangkauan Nampak begitu menyedihkan, lalu kuambil sisa-sisa keberanian dari kantong bekal Melangkahkan kaki dengan tubuh gemetar seperti akan menemui ajal Aku menarik napas begitu panjang hingga dadaku sedikit membusung Lalu kulepaskan dari dalam hati melewati tenggorokanku, tercekat di langit-langit yang mendung Aku berjalan melingkar, mengitari pohon tanpa bergumam Sementara hari masih memajang bintang-bintang di langit malam Lima kali putaran, lututku tiba-tiba bersimpuh nestapa Kedua tanganku menengadah, berujar pada penguasa alam semesta Inikah gerbang kematianku? Aku berteriak dalam gelap yang membisu Tiba-tiba saja bintang-bintang runtuh Tak sampai ke bumi tempatku...